Dalam perjalanan hidup kita sebagai seorang Ibu, mungkin kita akan menemukan banyak masalah dan hambatan yang membuat kita sedih, marah, kecewa dan sakit hati. Entah itu dari anak, pasangan, mertua, ipar, teman dan keluarga besar. Hal ini semua dapat mengundang hadirnya emosi negatif. Saya pribadi pernah merasakan marah dan terluka dari orang terdekat. Bahkan setiap mengingatnya saya akan menangis. Saya lupa telah melakukan hal fatal yaitu terus menyimpan emosi negatif itu tanpa membersihkannya. Efeknya bila semua emosi negatif ini tidak dibersihkan atau pulihkan, tapi hanya kita tumpuk dan pendam saja, maka akan muncul yang namanya luka batin. Padahal luka batin itu bisa mengotori hati! Sebagaimana Rasulullah bersabda,
"Ingatlah dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Bila segumpal daging itu baik, seluruh tubuh akan menjadi baik. Tetapi bila ia rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu bernama qalbu" (HR. Bukhari dan Muslim)
Definisi luka batin itu sendiri menurut psikologi adalah suatu tekanan yang terus menerus yang, berupa tekanan negatif yang mengganggu kondisi mental seseorang. Sebab terjadinya luka batin adalah asumsi dari cara kita merespon suatu keadaan atau suatu kejadian, yang mana asumsi ini dipengaruhi oleh pengalaman hidup kita meliputi dari pola asuh, bagaimana kita dibesarkan, tradisi atau budaya suatu daerah, suatu tempat, pengalaman hidup, keilmuan dan lain sebagainya. Akhirnya kita punya asumsi baik atau buruk terhadap suatu kejadian.
Ketika kita melihat suatu kejadian buruk atau negatif, maka kesan negatif inilah yang membuat batin kita terluka. Ditambah lagi kondisi batin kita yang suka mendramatisir suatu keadaan itu yang membuat semakin parah lukanya. Sebaliknya kita tidak akan terluka jika asumsi kita terhadap kejadian itu pikiran kita positif. Berlatih melihat kejadian seapa adanya, sebagai sebuah kenyataan tanpa diberi bumbu asumsi yang negatif,
" Oh ini sakit, aku terluka "
Hal ini akan membuat hati kita semakin lapang. Ibaratnya kita tidak mudah baperan, bahkan bila kita sudah bisa menertawakan luka masa lalu, artinya kita sudah bisa berdamai dengan diri sendiri. Kita sudah tidak merasakan sakit lagi saat mengingatnya atau membicarakannya. Jadi luka batin adalah racun dalam pikiran karena persepsi yang kita berikan atau suatu kejadian maupun orang secara negatif.
Sederhananya hati yang jernih akan menuntun kita pada misi hidup bahagia. Sebaliknya hati yang keruh akan menghalangi misi kita. Sebab hati adalah tempat lahirnya kata dan perbuatan. Ketika hati kotor, keruh, maka kata dan perbuatannya menjadi keruh. Ketika hati jernih, maka kata dan perbuatan terlahir jernih.
Kita ibaratkan segelas kopi adalah hati yang kotor. Kita mau membersihkan kopi itu, maka hal pertama yang bisa kita lakukan adalah membuang dulu kopinya, lalu setelah kosong, kita mengisinya dengan air yang bersih. Air yang bersih ini adalah kebaikan. Bila sampai tumpah-tumpah air bersih di gelas kita, maka otomatis kita memiliki kekuatan untuk menolong orang lain. Jadi kita kosongkan dulu hal yang buruk, untuk bisa kita isi dengan kebaikan.
Luka batin yang tidak segera dibersihkan juga membuat luka batin itu akan semakin meningkat skalanya. Contohnya di kantor kita dimarahi oleh atasan. Luka batinnya masih skala 10. Tapi di jalan kita terjebak macet dan bertemu pengendara lain yang juga ikut memaki dan memarahi kita. Luka batin pun bertambah skalanya. Begitu sampai di rumah, anak dan pasangan menjadi sasaran kemarahan kita. Atau dirumah kita dimarahi oleh pasangan ditambah mertua ikut campur, hingga luka batin kita meningkat. Alhasil anak pun menjadi korban emosi marah kita, padahal yang sebenarnya rasa marah kita buat pasangan dan mertua kita. Contoh lainnya dibully luka batinnya 10, tapi karena disimpan terus jadi 100 skala skor lukanya
Ini masih luka batin ringan, bagaimana dengan luka batin yang sudah kita alami sejak kecil? Yang membuat luka batin kita menjadi berat karena bertahun-tahun kita simpan tanpa dipulihkan. Saya sering menemui seseorang yang sewaktu kecil kerap dipukul dan diperlakukan kasar oleh orangtuanya, setelah dewasa menjadi sosok yang pemarah dan kasar juga. Ini akibat luka batin yang terus ia simpan hingga dewasa dan mirisnya sampai menjadi orang tua.
Lalu, bagaimana cara membersihkan luka batin tersebut? Tentu ada caranya yaitu lewat :
Teknik Journaling. Teknik journaling adalah sebuah teknik yang digunakan untuk terapi psikologis agar dapat mengungkapkan dan mengeksternalisasi pikiran, perasaan dan kebutuhannya yang ditutupi atau disimpan secara pribadi. Teknik journaling sendiri diciptakan oleh James W. Pennebaker. Teknik ini selain mudah untuk dilakukan, juga dapat menghindari kita penilaian dari orang lain. Kita bisa menuliskan daftar hal-hal yang membuat sedih, marah, takut, kecewa dan emosi negatif lainnya di buku atau kertas. Misalnya marah pada pasangan, kecewa pada teman atau saudara dan seterusnya. Tuliskan juga 2 kejadian yang paling tidak nyaman kita rasakan saat ini. Misal,
Ketika pasangan berkata kasar
Anak membentak dan tidak patuh
Tuliskan reaksi tubuh dan emosi yang kita rasakan.
Emosi : marah dan kecewa
Reaksi tubuh : mengalami gangguan pencernaan dan meningkatnya asam lambung, hingga terkena maag. Kita tuliskan semua emosi yang dirasakan tanpa niat untuk dikirimkan kepada siapapun. Hanya untuk kita simpan saja, yang terpenting semua emosi itu sudah kita keluarkan lewat tulisan. Bila kita tidak suka menulis, bisa dengan cara lain yaitu menggambar semua emosi dalam bentuk coretan walau gambarnya tidak sebagus pelukis. Kita juga bisa curhat pada orang yang dipercaya atau kalau sudah tidak bisa mengatasi sendiri konsultasi ke psikolog.
Mengapa kita harus mengeluarkan semua emosi negatif? Sebab kalau dipendam terus menyebabkan 50% kekuatan otot kita melemah. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.
2. Menerima semua hal yang telah terjadi dan tidak menyenangkan dengan berkata,
"Aku terima, sebab setelah ini Kau akan beri hadiah terindah ya, Tuhan"
Yah, kita harus yakin akan Allah sediakan hadiah dari setiap masalah. Memang tak mudah untuk bisa menerimanya. Namun dengan kita memberi makna terhadap setiap kejadian, maka hati kita akan lebih lapang. Misalnya ketika seseorang telat naik pesawat, ternyata pesawat yang akan dia naiki mengalami kecelakaan. Untung dia tidak berada dalam pesawat itu, sehingga Tuhan membuatnya terlambat hingga ketinggalan pesawat. Jadi Tuhan tahu apa yang terbaik buat kita dan menakar kemampuan kita dalam menerima masalah, sehingga Allah tidak akan membebani hambanya di luar kemampuannya. Allah menguji kita lewat pasangan, karena Dia tahu kita tidak akan kuat bila diuji lewat anak. Begitu juga sebaliknya.
Namun bila kita tidak menerima, maka beban sakitnya akan semakin berat. Contohnya seorang anak kecil yang lagi sakit disuruh dokter minum obat dan harus makan bubur. Tapi si anak menolak makan bubur dan tidak mau minum obat. Apa yang terjadi? Sakitnya tak kunjung sembuh, tapi malah kian parah.
Cirinya sudah menerima kita tidak mempertanyakan lagi kenapa itu terjadi?
"Sesungguhnya akar dari banyak gangguan jiwa karena tidak acceptance (menerima) semua peristiwa dan perasaan negatif dengan keikhlasan dan kepasrahan "
Sehingga mudah depresi dan cemas berlebihan.
Sejatinya hidup ini adalah permainan. Masalah, tantangan berupa kesulitan dan orang-orang yang menyakiti kita adalah labirin hidup untuk mencapai misi happy ending. Tentu kita ingin berakhir hidup bahagia tak hanya di dunia, tapi sampai ke akhirat dengan akhir hidup yang khusnul khotimah.
Kesimpulannya tidak ada orang yang sempurna, termasuk pasangan, anak, mertua, saudara dan orangtua kita. Tidak ada orang yang buruk, yang ada hanya orang yang kurang ilmunya