Senin, 17 Oktober 2016

Kebahagiaan Yang Kutahu, Pintu Menguak Rahasia Kekuatan Wanita Bag 2





3.      Sosok Stella Chin sebagai seorang isteri
Awalnya Stella tidak pernah paham mengapa setelah menikah dan memiliki anak, hidupnya seolah sulit. Padahal awalnya dia berharap hanya menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang mampu menjaga kebahagiaan keluarga. Namun tak disangka, di usianya yang ke-23 dia terpaksa merantau, mengikuti sang suami untuk memulai babak baru kehidupan. Walaupun awalnya Stella berpikir untuk membiarkan suaminya berangkat sendiri ke Thailand, mengingat anaknya masih kecil. Namun akhirnya Stella luluh juga saat Alan membujuknya dengan berkata

“Kalau tidak ada kamu? Siapa yang akan membantu saya merintis usaha ini? Sekarang saya masih 27 tahun dan baru tiga tahun lagi memasuki usia 30. Kalaupun usaha ini tidak berhasil dalam tiga tahun ini, kita masih bisa kembali ke Malaysia dan bekerja seperti sekarang. Sedangkan kesempatan seperti ini belum tentu datang dua kali. Kalau kita tidak mengambil kesempatan ini sekarang, mungkin kita akan menyesal di kemudian hari,” tutur Alan.

Akhirnya pada tahun 1993, bersama anaknya Amanda yang baru berusia satu setengah tahun, yang terpaksa harus tidur di lantai tingkat atas ruko kantor mereka, Stella pun memulai hidup di negeri orang bersama suaminya Alan. Saking sulitnya, mereka akhirnya hanya bisa menggunakan meja dan kursi kantor yang tidak terpakai untuk perabot rumah mereka. 

 “Jika Anda menanyakan motivasi saya nekat berangkat ke Thailand belasan tahun yang lalu, terus terang, saya juga tidak tahu,” ungkap Stella.

Stella rela mendampingi suaminya membangun usaha dengan mencurahkan seluruh hati dan pikirannya untuk membangun bisnis mereka. Meskipun harus mengorbankan ambisi pribadinya menjadi desainer yang merupakan impian Stella sejak kecil. Terbukti dengan kepintaran Stella menggambar, lukisannya selalu di pajang di mading sekolah. Kesetiaan Stella terhadap Alan suaminya, ternyata teladan yang ia dapatkan dari karakter sang ibu yang begitu tegar dan setia dalam berjuang memperahankan harga diri sang ayah. Walaupun sesampainya di Thailand Stella dan suaminya harus mengalami masa-masa sulit.

Ternyata setibanya di Thailand janji manis yang dilontarkan mitra bisnis mereka hanyalah bualan belaka. Sementara perusahaan yang baru mereka dirikan ternyata tidak memiliki cadangan uang sama sekali. Belum lagi rasa terpukul saat mengetahui bahwa produk yang akan mereka jual belum terdaftar di Departemen Kesehatan Thailand. Namun pukulan yang paling hebat adalah saat mengetahui bahwa partner bisnis mereka menyembunyikan kondisi keuangan perusahaan. Dimana awalnya Alan suaminya mengira masih ada dana cadangan untuk operasional sebesar Rp 368 juta, tapi ternyata uang yang ada dalam kas perusahaan mereka hanya tersisa Rp 35 juta saja.


Selama enam bulan berlalu tanpa ada masukan, akhirnya Stella dan suaminya terpaksa menguras tabungan pribadi mereka. Hasil simpanan mereka selama bekerja bertahun-tahun di Malaysia. Upaya ini dilakukan agar kegiatan operasional perusahaan mereka tidak terganggu. Situasi makin berat saat Stella melahirkan putra kedua mereka, ditengah kewalahan mereka membangun bisnis. Tak ada cara lain, akhirnya Amanda, putri pertama mereka di bawa pulang ke Melaka untuk dijaga dan diasuh sang nenek. Saat inilah Stella merasakan pukulan yang sangat berat dalam hidupnya, karena harus berpisah dengan anaknya. Dia pun menjalani hari-harinya tanpa gairah, hingga Stella berkali-kali menguatkan dirinya dengan mengatakan tiga hal berkali-kali. 

“Pertama saya tidak mau menjadi wanita yang depresi. Kedua: Saya tidak mau menjadi wanita yang depresi. Ketiga: Saya tidak mau sampai bercerai,” ucap Stella berkali-kali meyakinkan dirinya.

Awalnya Stella sering berbicara kepada dirinya sendiri dan khususnya kepada Tuhan, untuk mempertanyakan jalan hidupnya.  Bukannya menemukan jawaban, hingga memasuki usia ke 27 tahun, hari-hari yang dilewatinya semakin berat. Stella pun berusaha bertahan mendampingi suaminya, karena yang terpikir di benak Stella waktu itu hanya mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Baru setelah memasuki usia ke-28 Stella menemukan jawaban atas pertanyaan hidupnya. 

Dia menyadari bahwa terus fokus pada diri sendiri adalah penyebab kebuntuan dirinya. Seharusnya setelah menikah, suami dan anak-anaklah tanggung jawab dan fokus utamanya. Untuk itulah saat melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah suaminya kala usaha mereka berkembang, sudah cukup bagi Stella untuk melupakan apapun impiannya, demi sepenuh hati membantu suami tercinta sebagai prioritas hidupnya setelah keempat anak-anaknya.

Menurut Stella, prioritas dan tujuan adalah unsur penting dalam hidup. Kita akan mengalami perubahan dalam setiap fase kehidupan kita. Masih menurut Stella, semakin cepat kita memahami fase ini, semakin cepat pula kita menyesuaikan diri dan menata ulang hidup kita. Saat itulah kita bisa mulai merencanakan hidup yang lebih baik dan mengisi kekurangan dalam hidup kita. Empat tahun kemudian, sedikit demi sedikit bisnis yang mereka rintis pun mulai menampakkan hasil. Bantuan dari berbagai pihak, membuat perusahaan mereka akhirnya bisa bertahan. Dan bantuan paling besar justru datang dari seorang teman mereka yang berkebangsaan Taiwan

Yah, Lebih dari separuh hidupnya ia dedikasikan untuk mewujudkan impian orang lain. Sebelum berusia 20 tahun, Stella mendedikasikan dirinya untuk mewujudkan impian sang ayah. Setelah berusia 20 tahun, hidupnya didedikasikan untuk mewujudkan impian suaminya. Tanpa disadari, seluruh proses ini menjadi pembelajaran penting bagi Stella. Hal ini menjadi penunjuk bagi Datuk Stella Chin dalam menentukan tujuan hidup yang ingin dia jalani di kemudian hari untuk mewujudkan impian pribadinya.

Tak heran bila Alan memuji isterinya, Stella dengan berkata 

“Saya selalu terkesan dengan kehebatan Stella menjalani perannya dengan sempurna, baik di ranah pekerjaan maupun keluarga. “

Bahkah setiap kali membicarakan isterinya, pancaran cinta tampak nyata di mata Alan suaminya.

“Sebagai isteri, Stella tidak pernah berhenti membahagiakan saya. Dia benar-benar tahu cara membuat hari-hari saya terlihat selalu baru, apalagi pada hari ulang tahun saya. Walaupun saya juga selalu berusaha membuat kejadian pada hari ulang tahunnya, ide dan kreativitas saya masih kalah jauh dibanding Stella.”

Tatapan penuh cinta Alan kepada Stella adalah hasil dari lika-liku perjalanan hidup mereka. Yah, Alan menyadari betapa besar pengorbanan Stella sejak awal pernikahan hingga saat ini, terutama ketika Stella harus membanting tulang membantu Alan mewujudkan perusahaan impiannya. Stella memang berbeda dengan wanita sebayanya yang waktu itu mengisi pikiran mereka dengan khayalan tentang pria sempurna layaknya pangeran berkuda putih. Stella percaya bahwa menemukan pria baik yang tulus sudah melebihi kebahagiaan menemukan seorang pangeran.
 
Bagi Stella cinta layaknya telapak tangan. Tidak peduli panas atau dingin, asalkan kedua tangannya berpegangan, yang terjadi adalah saling menghangatkan. Masih menurut Datuk Stella Chin, pernikahan adalah sebuah wujud penyatuan tangan dari dua individu.  Dimana tangan kanan adalah cerminan masa lalu, tangan kiri adalah gambaran masa depan, dan telapak tangan adalah masa sekarang ini.
Sebagaimana ungkapan Stella sendiri dalam sebuah seminar 
“Suami saya sangat mencintai saya. Hari-hari kami dipenuhi dengan upaya untuk saling mengisi satu sama lain.” 
Tak sampai disitu, bentuk perhatian Stella yang lainnya pada sang suami yaitu beliau sangat peduli dengan penanpilan sang suami agar tetap segar dan awet muda. Selain memperhatikan penampilan dirinya sendiri, Stella kerap memilihkan pakaian suami mengikuti fashion Eropa, Jepang atau Korea hingga Alan suaminya selalu terlihat prima. Bersambung Kebahagiaan Yang Kutahu 3

#KebahagiaanYangKutahu#DatukStellaChin#StellaSociety

referensi foto
- Dari Koleksi pribadi
- Dari album foto fb dan IG kebahagiaan Yang kutahu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar