Saya sudah sering
nonton film yang bercerita tentang kisah Ibu. Namun Ambu, adalah film yang juga
berkisah tentang Ibu yang sangat istimewa menurut saya. Ada 3 hal istimewa yang
saya dapatkan ketika menontonnya dalam acara Press Screening nya di Plaza
Senayan, Rabu 1 Mei 2019.
Pertama.
: Jalan ceritanya sulit ditebak dan sungguh mengharukan, hingga saya dan
penonton lainnya tak mampu membendung airmata menetes di pipi. Cerita dibuka
dengan keputusan Fatma (diperankan oleh Laudya Cynthia Bella) untuk menjual
usaha cateringnya, lalu mengajak anaknya Nona (diperankan oleh Lutesha) pulang
ke rumah Ambu alias neneknya Nona ke kampung asalnya Baduy.
Ambu Misnah (diperankan
oleh Widyawati) merasa sangat terkejut melihat kepulangan anaknya, yang telah
pergi tanpa seijinnnya selama 16 thn lamanya. Sebagai seorang Ibu ada perasaan
marah, senang dan sakit hati saat Misnah melihat kehadiran Fatma anaknya
kembali. Marah mengapa setelah 16 tahun ia dilupakan sebagai Ibu dan sakit hati
karena dulu Fatma pergi begitu saja dengan seorang mahasiswa bernama Nico (diperankan
oleh Baim Wong) tanpa meminta restu darinya. Walau begitu, tetap terselip rasa
senang di hatinya, karena anak yang ia rindukan pulang. Tapi tak ia tampakkan
rasa senang itu di hadapan Fatma, karena masih marah dan sakit hati mengingat
kelakukan anaknya. Dan kemarahan itu bertambah saat Misnah tahu alasan Fatma
pulang yaitu karena telah bercerai dari suaminya dan menderita kanker akut.
Sehingga ucapan kemarahan itu dilontarkan Fatma dalam sebuah kalimat
“Kau hanya menumpang lahir dan mati
di sini. Tapi tak pernah merasakan hidup bersamaku.”
Akhirnya
Ambu Misnah tetap menerima kehadiran Fatma anaknya, tapi tetap bersikap dingin.
Fatma berusaha untuk mendekati Ambunya lagi, walau Ambu masih marah padanya.
Lewat sikap dan bahasanya yang ketus pada Fatma. Cerita tambah menghanyutkan
lagi ketika sakit kanker Fatma kian parah dan Ambu Misnah tidak tega
melihatnya. Akhirnya Ambu Misnah tidak bisa menipu hati nuraninya sebagai seorang
Ibu yang tetap akan menyayangi anaknya, bagaimanapun sikapnya dulu. Penuh kasih
sayang, Ambu memandikan Fatma yang sedang sakit dengan berurai airmata. Pas
adegan inilah saya akhirnya tidak kuat dan langsung nangis tanpa bisa dicegah.
Ditambah lagi karakter para pemainnya yang sangat kuat dan sudah tak diragukan
lagi aktingnya.
Dua.
Setting ceritanya sungguh eksotis yaitu di di daerah pegunungan indah Rangkasbitung
kampung Baduy luar Lebak Banten. Kampung dimana keindahan alamnya masih begitu
indah dan alami. Kearifan lokal Kampung Baduy luar benar-benar di tonjolkan
disini. Memang misi dalam membuat film ini untuk mengajak penonton untuk lebih
mencintai dan menghormati alam Sehingga penonton bisa melihat sisi budaya yang
berbeda dan kedalaman makna dari budaya Baduy. Dari situ penonton bisa belajar budaya
Kampung Baduy yang unik, begitu mencintai dan menjaga kelestarian alam, juga
masih taat pada peraturan. Kita benar-benar terbawa oleh suasana alam yang
masih natural di film ini. Seperti tidak menggunakan listrik dalam kehidupan
sehari-hari, menghindari penggunaan bahan kimia seperti sabun dan shampo. Handphone
juga dilarang penggunaannya. Benar-benar klasik dan masih alami.
Ketiga. Di
dukung oleh Soundtrack lagunya yang dinyanyikan oleh Widyawati berjudul “Semesta Pertamaku” Sungguh
menambah anti klimaks dalam cerita Ambu (Ibu) ini. Berikut
cuplikan lagunya
Akhir
kata, pesan cerita di film ini sangat menyentuh bahwa kasih ibu takkan pernah
putus walaupun apapun yang pernah diperbuat oleh anaknya. Untuk itulah mulai
sekarang mari kita hargai, hormati dan sayangi ibu kita sepenuh hati. Orang pertama
yang akan selalu ada disaat kita senang maupun menderita.